Seorang
teman membawa kopi sebagai oleh-oleh sepulang dari Lombok, usai mendaki
Rinjani. Aku memilih untuk membawa souvenir biasa, ala kadarnya. Kaos untuk
orang-orang terdekat.
Pendakian
Rinjani, aku dan delapan belas teman lain dari berbagai kota. Bandung, Jakarta,
Solo, Jogja, Surabaya, Denpasar, Lombok, macam-macam. Lama pendakian empat hari
empat malam. Kami naik dari Sembalun, turun lewat Senaru. Panorama,
kebersamaan, dan jerih payah yang benar-benar astaga. Kehabisan logistik. Malam
keempat kami berdelapan mau tidak mau harus sampai bawah dan makan. Tidak boleh
berhenti mendirikan tenda walaupun hari sudah gelap. Kehabisan bekal. Kami terpisah
dari sebelas teman lain yang membawa logistic.
Pukul
sebelas malam, kami sampai di Senaru. Istirahat di warung Pak Dermawan dan ibu
tirinya. Teman-teman sudah pasti langsung mengambil nasi bungkus, makan. Aku cukup
dengan segelas the hangat. Usai cuci muka dan kaki, kami tidur lelap, lelah.
Esok
paginya, masih sayup sayu aku bangun dan duduk di teras rumah Pak Dermawan.
Pendaki lain yang juga turun semalam berbincang hangat dengan segelas kopi di
warung Pak Dermawan, yang lain mandi atau bersiap pulang. Aku beranjak menuju
warung dan emmesan segelas kopi hitam. Menunggu kopiku, aku menghampiri
biji-biji kopi yang dijemur di halaman. ‘Kopinya Mbak’. Ini kopi dari biji-biji
itu, dari tanaman yang di sepanjang perjalanan turun kemarin. Aku hirup
sejenak, dan srupuuuuttt. Ahh, kopi ini tidak sempurna. Bijinya tidak
digiling sampai halus. Manis gula sekaligus rasa pahit yang unik. Selalu ada
keunikan pada setiap kopi daerah. ‘Di sini, hampir setiap rumah membuat kopinya
sendiri’, kata seorang teman. Begitu beragam pikirku.
Aku
minum habis kopi itu dan memesan satu gelas lagi. Lahap aku meminumnya. Pahit dan
begitu beragam, membuatku lebih tenang. Aku yang berbeda pasti juga akan
diterima. Masih banyak ada yang lebih pahit dari hidupku. ‘Doyan kopi, Lady Boy?’, seorang teman sampai
keheranan melihatku menghabiskan dua gelas kopi pagi itu. Aku suka kopi, tapi
aku tidak akan membawanya pulang, apalagi untuk oleh-oleh. Kaos saja tidak
apa-apa. Karena aku ingin dating ke sini, lagi dan lagi. Dan kaos saja tidak
apa-apa, agar mereka yang etrdekat juga dating saja nanti sendiri, mencicipi
kopi Lombok ini.
Untuk
diriku sendiri dan secangkir kopi
Senaru, 20
Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar