Minggu, 12 Mei 2013

MASUK KULIAH



Baru saja aku baca cerita di wordpress seorang teman, dia cerita tentang pengalamannya daftar PTN dulu. Lucu. Jadi keinget kisah sendiri dan tertarik pula buat crita di sini. Siapa tau bisa membantu *ragu*. Hahahahhaha. Entah tanggal berapa dulu, aku lupa, aku ikut UM UGM tahun 2009. Sehari sebelum test, sore, aku berangkat dari Solo bersama teman satu sekolahku, Uyung. Kita berangkat naik sepeda motor. Aku di depan. Baru sampai daerah Kartasura, hujan mengguyur. Karena rumah temanku itu ada di Sawit, jadi kami putuskan untuk mampir saja dulu ke rumah dia, ngiyup. Sampai menjelang maghrib, hujan tak kunjung berhenti malah semakin deras dan seram saja. Yahhhh..pada dasarnya emang aku orangnya keras kepala, aku memaksakan untuk menerobos hujan. Sudah pasti rencanaku dilarang keras oleh ibunya Uyung. Hujan, angin, petir pula. Agak sedikit gondok sama ibunya Uyung, tapi ya mau gimana lagi, aku nurut juga.
Usai maghrib, hujan tak kunjung reda juga, padahal besuk ujiannya pagi, jam 7 kalo kalau tidak salah.Ibunya Uyung menyerah. Kami melanjutkan perjalanan menembus hujan. Mantel yang kami kenakan tak mampu menahan derasnya hujan, basah semua. Sejujurnya aku baru kali ini ke UGM dengan sepeda motor bersama teman yang juga belum tau dimana UGM itu berada. Hujan dan tak tahu jalan. Aku masih ingat seberapa deras hujannya waktu itu, sampai kalau ada mobil atau bus lewat jarak pandang hanya 1-2 meter saja. Belum Petirnya. Lengkap sudah. Perjalanan kami tempuh sekitar 3 jam dengan melewati AMPLAZ sebanyak dua kali. Baru setelah menjadi mahasiswa UGM aku sadar kalo ke UGM dari Solo melewati AMPLAZ dua kali itu adalah kebodohan. Artinya, kami berputar dan melewati ringroad sampai melewati Jalan Solo-Jogja LAGI. Bodoh juga pikirku sekarang. Tapi itu dulu, hahahhahhaha. Sampai di depan RRI untuk kedua kalinya, aku pasrah dan menelepon kakakku untuk menjemput kami. Tak berapa lama kakakku datang dengan sepeda motornya dan kami mengikuti. Basah kuyup, kami sampai di kos an kakakku dan berlalu masuk ke kamar. Kos an khusus cowok. Oke. Anggap saja kami cowok. Aku bongkar tasku dan basah kuyup. Aku jemur pakaian-pakaianku, berharap besok bisa dipakai.
Paginya aku bangun dan mendapati ternyata pakaianku sudah, masih basah kuyup. Gontai kembali ke kamar dan pasrah. Aku mandi bergantian dengan temanku, kakakku membelikan kami sarapan. Aku kenakan pakaianku yang basah kuyup dan meminjam jaket kakakku yang asytaghfirullah baunya. Cowok, Oke cukup tahu. 
Tidak tahu dia dapat sarapan dari mana sepagi itu, dengan lahap kami memakannya dan bersiap untuk berangkat. Aku naik sepeda motor dan langsung ke Farmasi, karena di sanalah tempat ujianku. Sedangkan Uyung di antar kakakku ke Teknik Sipil. Sedikit risih dengan pakaian basahku, aku tidak kesulitan menemukan ruangan dan tepat duduk. Baru berapa saat aku duduk, Uyung mengabari kalau dia salah ruang, bukan hanya itu, dia salah gedung. Seharusnya dia ke gedung D3 tapi malah di S1, dan jaraknya jauh. Aku suruh dia menghubungi kakakku saja yang sudah balik ke kos, karena memang aku juga tidak tahu jalan ke D3 Teknik Sipil.
Duduk tenang di bangkuku, teman sebelah kiriku adalah seorang cowok Chinish berkacamata, begitu rapi dan sebelah kananku cowok selengekan dengan tas menyamping. Benar-benar kontras, inilah dunia perkuliahan pikirku. Soal mulai aku kerjakan. Tetangga sebelah kiriku begitu khusuk, dan benar saja aku menoleh ke sebelah kanan, dia melempar satu bendel soal ke atas tasnya di lantai, dan menggunakan satu bendel lainnya untuk KIPASAN. Laki-laki. Beberapa saat kemudian, kruweelll kruweeelll kruweeellllll. AAaaarrrrggghhh....perutku muleessss sakit banget. Makanan apa yang aku makan pagi ini kakakku tercinta. Laki-laki. Pakaian basah dan perut mules, lengkap sudah penderitaanku. Kalo dilihat langsung tiga sejajar ini benar-benar, Rrrrrrrrwwww banget. Aku kerjakan soal sebisaku sambil tentu saja memegangi perutku yang sakitnya aduhai sangat ini. Semrawut sekali UM ku ini.
Pengumuman datang dan aku diterima di Fakultas Biologi, pilah ke dua ku. Iseng, aku cari teman duduk sebelah kanan dan kiri saat UM dan yaaahhhhhh keduanya tidak diterima. Sekian cerita saya, mungkin dari kalian ada yang bisa mengambil hikmahnya *ragu* Haahhahahhahahha

Kamis, 09 Mei 2013

PENDAKIAN LAWU


Mas Bait-Aku-Dylan
[4-5/5/2013] Hidup itu seperti mendaki gunung, akan melewati banyak puncak dan membutuhkan antiklimaks untuk dapat memaknainya. Semakin tinggi pendakian, semakin banyak pula puncak-puncak lain yang terlihat. Semangat seorang pendaki, selalu merasa kurang tinggi, belum lebih tinggi dari.Terkadang, puncak yang terabaikan justru jauh lebih tinggi daripada puncak yang diharapkan. Ternyata dia pernah dan telah lebih tinggi daripada puncak yang dia harapkan sekarang.

Seorang pendaki, mengagungkan kepuasan dan menghargai proses. Ketika ia telah lebih tinggi dari puncak yang diharapkannya, ia berkata 'Tunggu sampai aku lebih tinggi dari awan itu'. Selalu dan selalu ada yang lebih tinggi, akan selalu ada hal lain yang ia inginkan. She never stop. 'Aku harus bergegas, sebelum awan itu memudar'. Ada tenggat di setiap hal yang diinginkan, selalu ada rencana. Dan terkadang, ia gagal. Burung-burung mulai terusik dan terusir, kembali ke sarangnya. Dan awan itu telah habis ditelan gelap. Aku kehilangan sunset sore itu. Mendaki itu belajar ikhlas dan sabar. Dengan gontai kuayunkan kaki, terus mendaki. Karena aku tahu, tidak ada yang bisa aku dapatkan di sini. Hingga senja menjelang dan mulai bergegas ke peristirahatan. Sunyi, menunggu pagi.
Tersisih disudut tenda, apalah aku ini. Liku pendakian benar serupa dengan jalan hidup. Mendaki, terjal, dan berkelok. Jernih aku berpikir, bukan untuk apakah aku akan lebih tinggi dari siapa, tapi apakah aku akan lebih tinggi menggapai apa. Bukan untuk iri aku hidup, bukan untuk penyesalan aku mencoba. 
Sunrise di puncak
Ketika fajar menyingsing pagi, langit merona membentuk zona horisontal kemerahan di ufuk barat. Jauh lebih indah, begitu cantik. Hingga awan tersipu malu, membiaskan sinar matahari yang menyapa pagi. Semakin terang. Dan indah itu ditelan kehangatan. Aku mendapatkan sunrise di Argo Dumilah.
Beberapa scene yang terekam selama pendakian, sebagai bonus.

Ini bukan puncak~selalu ada puncak menutupi puncak
 Telaga sarangan dari atas~Cantik
 Pendaki juga butuh istirahat :D
 Vandalisme di gunung; batu tulis
 Take nothing but picture; Edelweis
Makanan wajib pendaki gunung; berry liar 

Argo Dumilah 3265 mdpl