Sabtu, 21 September 2013

RINJANI

Cerita saya mulai dengan usia. Belum genap dua-dua usia gw, baru beberapa pulau di Indonesia yang sudah gw injak. Mumpung masih muda, begitu pikir gw. Baru sadar ketika perjalanan di kereta, Jogja-Banyuwangi. Seorang anak, usia kurang lebih 2 tahun memanggil gw dengan sebutan TANTE. Ibunya yang aku pikir memang baru seusiaku dengan polos mengajari anaknya untuk menyapaku, "Ayo salaman sama tante dulu". Dalam hati menggerutu, tante???? Polos si anak menirukan ibunya, berkali-kali memanggilku dengan gelar itu. Untung aku ga sendiri, dua teman yang juga berangkat dari Jogja, Fikry dan Arham kontan dipanggil dengan sebutan O OM. Hahaha. Ceritanya si adek kecil, yang kemudian aku tahu namanya adalah Distan, tidak bisa menyebut kata om, terlalu singkat, jadinya ya O OM. Lebih dari 12 jam kami di kereta dan aku mulai terbiasa dengan panggilan itu. Gila....Gw udah tuaaa
Photo by Om Gondrong~Fikry-Destan-Baco

Ini perjalanan kedua ku ke Lombok, cuma tujuannya beda. 14 Agustus 2013, berangkat dari Yogyakarta mau mendaki Gunung Rinjani. Tau kan Rinjani? Dewi Rinjai yang menemani ayahnya menyepi di gunung dan diangkat jadi ratu oleh jin dan penunggu di sana. Jadilah gunung itu bernama Gunung Rinjani. Ini perjalanan yang cukup gila buat gw. Bertiga berangkat dari Jogja, dan gw baru kenal dengan dua teman itu satu bulan sebelum keberangkatan, satu kali ketemu langsung main UNO bareng. Dalam hati gw berdoa, semoga nanti ga dibuang di jalan. Amiin

Photo by Ringo~Ada yang bisa liat dimana gw? *di dalem L300* *serius*
Sampai di Pelabuhan Lembar, satu rombongan ber sembilan belas. Bener saja, gw cewek sendiri. Sarang penyamun, anggap saja aku laki-laki. Itu foto di depan masjid apa gitu, sejuta masjid beneran nih Lombok. Setiap tikungan ada masjid, belum nyampe tikungan aja udah ada masjid. Tapi beneran, orang-orangnya emang suka nikung (baca: preman). Transportasi dikuasai preman, nahlo...gimana ga pusing. Ati-ati aja pokoknya kalo naik kendaraan umum di Lombok. ATI-ATI. Gw cuma bisa berharap semoga segera dibangun Busway atau TransLombok sebagai kendaraan umum. 

Arham, Fikry, Tama, Baco, Om Gondrong yang tidak lagi gondrong, Om Asep, Om Toni, Blower, Ikom, Rey, Agung, Reva, Ringo, Om Haris, Om Ghindos, Om Udin, Andri, dan yang terakhir Lukman. Udah lengkap kan? Pendakian dari jalur Sembalun, turun lewat Senaru. Acara pendakian ini bebarengan sama event internasional lari maraton naik turun Gunung Rinjani. Gila ga tuh. Jadi, selama pendakian banyak bule-bule gitu berlarian ke sana-kemari. Kesana-kemari maksudnya mereka udah naik-turun dan kita serombongan belum nyampe-nyampe di atas. Fyuuuuuuhhhhh

Tapi beneran loh, dibandingkan semua gunung di Indonesia, yang belum seberapa aku tahu, Rinjani adalah gunung dengan pendaki bule terbanyak. Pendaki bule paling banyak berasal dari Perancis. Ada juga yang dari Spanyol, Singapura, jepang, Inggris, Malaysia, banyak lagi. Dua minggu di sana, yakin score TOEFL langsung dua kali lipat. Bule berceceran dimana-mana. Gimana engga? Ada sosok idola yang setia membawakan barang-barang mereka, sebut saja PORTER. Ketika jalan terjal menanjak kita tempuh dengan merangkak, Porter menempuhnya dengan berjalan tegak, bener-bener titisan dewa. Porter bukan manusia. 

 Photo by Om Gondrong
Photo by Om Gondrong
Sementara, Rinjani Part I cukup sekian dulu. Aku sambung lagi lain kali.
#Unforgettable 3726 mdpl
Photo by Om Ghindos
Photo by Ringo
Photo by Om Ghindos

Sabtu, 07 September 2013

JENGAH

[07082013] The boring situations we create, make me feel bored to you. Sorry.

Mungkin aku butuh sesuap sabar untuk kembali dapat memaknai setiap degup jantung yang meninggi ketika menerima sekedar pesan darimu. Atau mungkin aku memang sudah terlalu bosan, sehingga sejuta kali jarum jam itu berputar akan tetap sama saja. Aku stuck pada harus menerima apa yang kamu inginkan. Sayangnya, kamu menerapkan asas free will yang tidak berkaitan satu sama lain. segala hal adalah unit yang tidak saling berhubungan. Padahal aku pikir kita sedang menjalin sebuah hubungan. Pulanglah, kembalilah menjadi pribadi yang aku kenal atau perkenalkan dirimu yang baru padaku. Kamu begitu sulit dipahami.

Jumat, 06 September 2013

KOPI LOMBOK

Seorang teman membawa kopi sebagai oleh-oleh sepulang dari Lombok, usai mendaki Rinjani. Aku memilih untuk membawa souvenir biasa, ala kadarnya. Kaos untuk orang-orang terdekat.
Pendakian Rinjani, aku dan delapan belas teman lain dari berbagai kota. Bandung, Jakarta, Solo, Jogja, Surabaya, Denpasar, Lombok, macam-macam. Lama pendakian empat hari empat malam. Kami naik dari Sembalun, turun lewat Senaru. Panorama, kebersamaan, dan jerih payah yang benar-benar astaga. Kehabisan logistik. Malam keempat kami berdelapan mau tidak mau harus sampai bawah dan makan. Tidak boleh berhenti mendirikan tenda walaupun hari sudah gelap. Kehabisan bekal. Kami terpisah dari sebelas teman lain yang membawa logistic.
Pukul sebelas malam, kami sampai di Senaru. Istirahat di warung Pak Dermawan dan ibu tirinya. Teman-teman sudah pasti langsung mengambil nasi bungkus, makan. Aku cukup dengan segelas the hangat. Usai cuci muka dan kaki, kami tidur lelap, lelah.
Esok paginya, masih sayup sayu aku bangun dan duduk di teras rumah Pak Dermawan. Pendaki lain yang juga turun semalam berbincang hangat dengan segelas kopi di warung Pak Dermawan, yang lain mandi atau bersiap pulang. Aku beranjak menuju warung dan emmesan segelas kopi hitam. Menunggu kopiku, aku menghampiri biji-biji kopi yang dijemur di halaman. ‘Kopinya Mbak’. Ini kopi dari biji-biji itu, dari tanaman yang di sepanjang perjalanan turun kemarin. Aku hirup sejenak, dan srupuuuuttt. Ahh, kopi ini tidak sempurna. Bijinya tidak digiling sampai halus. Manis gula sekaligus rasa pahit yang unik. Selalu ada keunikan pada setiap kopi daerah. ‘Di sini, hampir setiap rumah membuat kopinya sendiri’, kata seorang teman. Begitu beragam pikirku.
Aku minum habis kopi itu dan memesan satu gelas lagi. Lahap aku meminumnya. Pahit dan begitu beragam, membuatku lebih tenang. Aku yang berbeda pasti juga akan diterima. Masih banyak ada yang lebih pahit dari hidupku. ‘Doyan kopi, Lady Boy?’, seorang teman sampai keheranan melihatku menghabiskan dua gelas kopi pagi itu. Aku suka kopi, tapi aku tidak akan membawanya pulang, apalagi untuk oleh-oleh. Kaos saja tidak apa-apa. Karena aku ingin dating ke sini, lagi dan lagi. Dan kaos saja tidak apa-apa, agar mereka yang etrdekat juga dating saja nanti sendiri, mencicipi kopi Lombok ini.

Untuk diriku sendiri dan secangkir kopi

Senaru, 20 Agustus 2013