Jumat, 06 September 2013

KOPI LOMBOK

Seorang teman membawa kopi sebagai oleh-oleh sepulang dari Lombok, usai mendaki Rinjani. Aku memilih untuk membawa souvenir biasa, ala kadarnya. Kaos untuk orang-orang terdekat.
Pendakian Rinjani, aku dan delapan belas teman lain dari berbagai kota. Bandung, Jakarta, Solo, Jogja, Surabaya, Denpasar, Lombok, macam-macam. Lama pendakian empat hari empat malam. Kami naik dari Sembalun, turun lewat Senaru. Panorama, kebersamaan, dan jerih payah yang benar-benar astaga. Kehabisan logistik. Malam keempat kami berdelapan mau tidak mau harus sampai bawah dan makan. Tidak boleh berhenti mendirikan tenda walaupun hari sudah gelap. Kehabisan bekal. Kami terpisah dari sebelas teman lain yang membawa logistic.
Pukul sebelas malam, kami sampai di Senaru. Istirahat di warung Pak Dermawan dan ibu tirinya. Teman-teman sudah pasti langsung mengambil nasi bungkus, makan. Aku cukup dengan segelas the hangat. Usai cuci muka dan kaki, kami tidur lelap, lelah.
Esok paginya, masih sayup sayu aku bangun dan duduk di teras rumah Pak Dermawan. Pendaki lain yang juga turun semalam berbincang hangat dengan segelas kopi di warung Pak Dermawan, yang lain mandi atau bersiap pulang. Aku beranjak menuju warung dan emmesan segelas kopi hitam. Menunggu kopiku, aku menghampiri biji-biji kopi yang dijemur di halaman. ‘Kopinya Mbak’. Ini kopi dari biji-biji itu, dari tanaman yang di sepanjang perjalanan turun kemarin. Aku hirup sejenak, dan srupuuuuttt. Ahh, kopi ini tidak sempurna. Bijinya tidak digiling sampai halus. Manis gula sekaligus rasa pahit yang unik. Selalu ada keunikan pada setiap kopi daerah. ‘Di sini, hampir setiap rumah membuat kopinya sendiri’, kata seorang teman. Begitu beragam pikirku.
Aku minum habis kopi itu dan memesan satu gelas lagi. Lahap aku meminumnya. Pahit dan begitu beragam, membuatku lebih tenang. Aku yang berbeda pasti juga akan diterima. Masih banyak ada yang lebih pahit dari hidupku. ‘Doyan kopi, Lady Boy?’, seorang teman sampai keheranan melihatku menghabiskan dua gelas kopi pagi itu. Aku suka kopi, tapi aku tidak akan membawanya pulang, apalagi untuk oleh-oleh. Kaos saja tidak apa-apa. Karena aku ingin dating ke sini, lagi dan lagi. Dan kaos saja tidak apa-apa, agar mereka yang etrdekat juga dating saja nanti sendiri, mencicipi kopi Lombok ini.

Untuk diriku sendiri dan secangkir kopi

Senaru, 20 Agustus 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar