Kamis, 14 April 2016

Kesaksian Parang

Gunung Parang terletak di Plered, Purwakarta. Ketinggiannya hanya berkisar 900 mdpl. Apa yang membuatku ingin mendakinya? Hanya rindu suasana alam saja.

Tahun 2015 lalu, setelah Idul Adha, berbekal daging kurban yang aku masak tongseng dan tiga bungkus nasi. Aku bersama dua teman masa SMA yang kini berkumpul kembali dalam rangka long weekend. Tidak ada yang spesial, hanya ingin menikmati suasana alam saja.

Bersama teman-teman lain satu tempat kerja, terkumpullah 8 pemuda-pemudi yang rindu akan ketinggian dan kedamaian. Perjalanan kami tempuh dengan sepeda motor sekitar satu jam dari Purwakarta kota. Memasuki daerah Plered jalan mulai berliku dan menanjak. Kyai Supri (Red: Motor Supra-ku yang hanya mandi sekali dalam setahun) hampir saja gagal menyusuri jalanan terjal itu.

Sebuah parkiran di sebelah kiri jalan nan rindang, di bawah nauangan rimbun bambu adalah pemberhentian dan titik awal pendakian. Setelah bercakap-cakap sejenak dengan penjaga di sana kami sempat berfoto bersama. Narsis memang sudah menjadi budaya.
Muslimin dan muslimah taat beribadah siap mendaki.
Gunung-gunung dengan ketinggian berkisar seribu mdpl memang tanpa ampun. Tidak punya basa-basi sama sekali. Mendaki benar-benar denotatif dengan makna kata mendaki. Jalur menanjak bukan main, tanpa adanya mukaddimah terlebih dahulu. Warga telah menyusun anak-anak tangga sampai ke atas. Tangga disusun dengan kayu-kayu yang ditebang dari sisi kanan-kiri jalur pendakian.
Tangga yang disusun mengikuti tebing 90 derajat.
Menuju ke puncak bahkan sudah tak ada anak-anak tangga yang bisa didaki.
Hanya ada bebatuan dan dahan-dahan sebagai pegangan.
Kurang lebih begitulah lajur pendakian selama dua jam. Puncak? Enam dari kami sampai ke puncak, dua tinggal di dasar puncak, lebih memilih beristirahat diatas batu datar. Apa yang ditawarkan sang puncak? Akan aku bagi.
Pemandangan Jatiluhur dari Puncak 1 Gunung Parang.
Narsis lagi Cekrekk!
Narsis lagi Cekrek Cekrek!!
Begitulah fisik Gunung Parang, yang ternyata memang tak kalah indah dengan gunung lainnya. Tapi, setiap pendakian adalah perjalanan rohani untukku. Membersihkan jiwa dan menjernihkan hati. Tidak sekedar rekreasi semata menikmati suasana sejuk ketinggian.

Gunung tidak sampai satu kilometer tingginya ini tetap mampu mengajarkan pelajaran berharga. Sangat berharga. Apa yang bisa aku temukan jika aku berjalan sejauh 1 kilometer tapi di jalanan yang datar? Tidak ada, masih sama dengan apa yang aku saksikan setiap hari. Tapi, jika aku ubah perpektif lajurnya menjadi vertikal, seperti dalam pendakian Parang ini, apa yang aku dapat? Keindahan ciptaan Yang Maha Kuasa. Begitu Kuasa Tuhan yang mampu menciptakan makhluk beragam wujud dan sifat.

Pun dengan hidupku. Apa yang bisa aku temui dengan berjalan mendatar dengan jalur yang lurus-lurus saja? Dibandingkan dengan jika aku menarik lajur perjalanan mendaki dan berliku, akan lebih banyak dan beragam yang aku dapatkan. kepuasan sudah pasti berbeda. Aku tidak akan puas hanya dengan kehidupan yang biasa, karena Tuhan menciptakanku sempurna.

Parang bersaksi bahwa Tuhan memang Maha Kuasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar